MANAJEMEN
DAN LINGKUNGAN EKSTERNAL
Manajemen lingkungan adalah
aspek-aspek dari keseluruhan manajemen (termasuk perencanaan) yang menentukan
dan membawa pada implementasi kebijakan lingkungan. Manajemen lingkungan selama
ini sebelum adanya ISO 14001 berada dalam kondisi terpecah-pecah dan tidak
memiliki stándar tertentu dari satu daerah dengan daerah lain, dan secara
internasional berbeda penerapannya antara negara satu dengan lainnya. Praktek
manajemen lingkungan yang dilakukan secara sistematis, prosedural, dan dapat
diulang disebut dengan Sistem Manajemen Lingkungan ( EMS ).
Manajemen lingkungan saat ini telah banyak mengalami perubahan yang cukup
berarti terutama dimulai Sejak awal tahun 1990. Penelitian mengenai efek dan
akibat penerapan manajemen lingkungan telah banyak dilakukan terutama Sejak
munculnya ISO 14001 di tahun 1996. Penerapan manajemen lingkungan yang baik di
tingkat organisasi pada umumnya dibagi menjadi 3 elemen :
1. Perlindungan
lingkungan secara fisik.
2. Membentuk
budaya berkelanjutan dalam organisasi
3. Menanamkan
nilai-nilai moral dan saling kepercayaan antar elemen organisasi.
1.
Definisi Lingkungan
Lingkungan menurut definisi
umum yaitu segala sesuatu disekitar subjek manusia yang terkait dengan
aktifitasnya. Elemen lingkungan adalah hal-hal yang terkait dengan : tanah,
udara, air, sumber daya alam, flora, fauna, manusia, dan hubungan antar
faktor-faktor tersebut. Titik sentral isu lingkungan adalah manusia. Jadi
manajemen lingkungan bisa diartikan sekumpulan aktifitas merencanakan, dan
menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan
kebijakan lingkungan yang telah ditetapkan.
2.
Faktor – Faktor Lingkungan Eksternal Mikro dan Makro
Dalam pembahasan manajemen tidak lepas pada masalah lingkungan yang dihadapi oleh seorang manager. Perbedaan dan kondisi lingkungan akan berpengaruh terhadap konsep dan teknik serta keputusan yang akan diambil. Ada dua macam faktor lingkungan, yaitu :
Dalam pembahasan manajemen tidak lepas pada masalah lingkungan yang dihadapi oleh seorang manager. Perbedaan dan kondisi lingkungan akan berpengaruh terhadap konsep dan teknik serta keputusan yang akan diambil. Ada dua macam faktor lingkungan, yaitu :
1. Faktor
Lingkungan Internal yaitu lingkungan yang ada didalam usahanya saja.
2. Faktor
Lingkungan Eksternal yaitu unsur-unsur yang berada diluar organisasi, dimana
unsure-unsur ini tidak dapat dikendalikan dan diketahui terlebih dahulu oleh
manager, disamping itu juga akan mempengaruhi manager didalam pengambilan
keputusan yang akan dibuat. Unsur-unsur lingkungan eksternal organisasi
contohnya yaitu perubahan ekonomi, paraturan pemerintah, perilaku konsumen,
perkembangan teknologi, politik dan lainnya.
Lingkungan eksternal dibagi
menjadi dua yaitu :
Lingkungan eksternal
mikro yaitu
lingkungan yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kegiatan manajemen yang
terdiri atas penyedia, langganan, para pesaing, lembaga perbankan dan lainnya.
Lingkungan eksternal makro yaitu lingkungan yang mempunyai pengaruh tidak langsung, seperti kondisi perekonomian, perubahan teknologi, politik, sosial dan lain sebagainya.
Lingkungan eksternal makro yaitu lingkungan yang mempunyai pengaruh tidak langsung, seperti kondisi perekonomian, perubahan teknologi, politik, sosial dan lain sebagainya.
3.
Tanggung Jawab Sosial Manajer
Tanggung jawab Sosial
Perusahaan atau Corporate
Social Responsibility(selanjutnya dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu
konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah
memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham,
komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
CSR berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan”, di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang
CSR berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan”, di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang
Analisis dan pengembangan
Hari ini yang menjadi
perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan
yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan
masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak
terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidak nyamanan
ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar. Peraturan
pemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan
sosial semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui
batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh
Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaan manajemen investasi telah mulai
memperhatikan kebijakan CSR dari suatu perusahaan dalam membuat keputusan
investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai “Investasi bertanggung
jawab sosial” (socially responsable investing).
Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan “perbuatan baik” (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for Humanity atau Ronald McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR. Perusahaan di masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-proyek komunitas, pemberian beasiswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik dimata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial diatas.
Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
Dunia bisnis selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa diatas planet ini. Institusi yang dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut.
Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yaitu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak dibidang “pembangunan berkelanjutan” (sustainable development) yang menyatakan bahwa:
” CSR adalah merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya”.
Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan “perbuatan baik” (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for Humanity atau Ronald McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR. Perusahaan di masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-proyek komunitas, pemberian beasiswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik dimata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial diatas.
Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
Dunia bisnis selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa diatas planet ini. Institusi yang dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut.
Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yaitu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak dibidang “pembangunan berkelanjutan” (sustainable development) yang menyatakan bahwa:
” CSR adalah merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya”.
Pelaporan dan pemeriksaan
Untuk menunjukkan bahwa
perusahaan adalah warga dunia bisnis yang baik maka perusahaan dapat membuat
pelaporan atas dilaksanakannya beberapa standar CSR termasuk dalam hal:
o
Akuntabilitas atas standar AA1000 berdasarkan laporan sesuai standar John
Elkington yaitu laporan yang menggunakan dasar triple bottom line (3BL).
o Global Reporting Initiative, yang mungkin merupakan acuan laporan berkelanjutan yang paling banyak digunakan sebagai standar saat ini.
o Verite, acuan pemantauan
o Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional SA8000.
o Standar manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14000
o Global Reporting Initiative, yang mungkin merupakan acuan laporan berkelanjutan yang paling banyak digunakan sebagai standar saat ini.
o Verite, acuan pemantauan
o Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional SA8000.
o Standar manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14000
Di beberapa negara dibutuhkan
laporan pelaksanaan CSR, walaupun sulit diperoleh kesepakatan atas ukuran yang
digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam aspek sosial. Sementara aspek
lingkungan apalagi aspek ekonomi memang jauh lebih mudah diukur. Banyak
perusahaan sekarang menggunakan audit eksternal guna memastikan kebenaran
laporan tahunan perseroan yang mencakup kontribusi perusahaan dalam pembangunan
berkelanjutan, biasanya diberi nama laporan CSR atau laporan keberlanjutan.
Akan tetapi laporan tersebut sangat luas formatnya, gayanya dan metodologi
evaluasi yang digunakan (walaupun dalam suatu industri yang sejenis). Banyak
kritik mengatakan bahwa laporan ini hanyalah sekedar “pemanis bibir” (suatu
basa-basi), misalnya saja pada kasus laporan tahunan CSR dari perusahaan Enron
dan juga perusahaan-perusahaan rokok. Namun, dengan semakin berkembangnya
konsep CSR dan metode verifikasi laporannya, kecenderungan yang sekarang
terjadi adalah peningkatan kebenaran isi laporan. Bagaimanapun, laporan CSR
atau laporan keberlanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas
perusahaan di mata para pemangku kepentingannya.
Kasus bisnis dari CSR
Skala dan sifat keuntungan
dari CSR untuk suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung dari sifat
perusahaan tersebut dan amat sulit untuk mengukurnya walaupun banyak sekali
literatur yang memuat tentang cara mengukur seperti misalnya metode “Empat
belas poin balanced scorecard oleh Deming. Orlizty, Schmidt, dan Rynes
menemukan suatu korelasi antara sosial / performa lingkungan hidup dan performa
keuangan. Namun bisnis nampaknya tidak menguntungkan apabila diharuskan
melaksanakan strategi CSR.
Hasil Survey “The Millenium Poll on CSR” (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) diantara 25.000 responden di 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan, sedangkan bagi 40% citra perusahaan & brand image yang akan paling mempengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan, strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin “menghukum” (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.
Kasus bisnis pada CSR diantara perusahaan-perusahaan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari argumentasi dibawah ini :
Hasil Survey “The Millenium Poll on CSR” (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) diantara 25.000 responden di 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan, sedangkan bagi 40% citra perusahaan & brand image yang akan paling mempengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan, strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin “menghukum” (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.
Kasus bisnis pada CSR diantara perusahaan-perusahaan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari argumentasi dibawah ini :
Sumber
daya manusia
Program CSR dapat dilihat sebagai suatu pertolongan dalam bentuk rekrutmen tenaga kerja dan memperkerjakan masyarakat sekitar, terutama sekali dengan adanya persaingan kerja diantara para lulusan sekolah. Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan pada rekrutmen tenaga kerja yang berpotesi maka dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif akan menjadi suatu nilai tambah perusahaan. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfir kerja yang nyaman diantara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam “penyisihan gaji” dan aktivitas “penggalangan dana” atapun suka relawan.
Program CSR dapat dilihat sebagai suatu pertolongan dalam bentuk rekrutmen tenaga kerja dan memperkerjakan masyarakat sekitar, terutama sekali dengan adanya persaingan kerja diantara para lulusan sekolah. Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan pada rekrutmen tenaga kerja yang berpotesi maka dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif akan menjadi suatu nilai tambah perusahaan. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfir kerja yang nyaman diantara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam “penyisihan gaji” dan aktivitas “penggalangan dana” atapun suka relawan.
Manajemen
risiko
Manajemen risiko merupakan inti dari strategi perusahaan. Reputasi yang dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui insiden seperti skandal korupsi atau skandal lingkungan hidup. Kejadian ini dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media massa. Membentuk suatu budaya dari “mengerjakan sesuatu dengan benar” pada perusahaan dapat mengurangi risiko ini.
Manajemen risiko merupakan inti dari strategi perusahaan. Reputasi yang dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui insiden seperti skandal korupsi atau skandal lingkungan hidup. Kejadian ini dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media massa. Membentuk suatu budaya dari “mengerjakan sesuatu dengan benar” pada perusahaan dapat mengurangi risiko ini.
Membedakan
merek
Di tengah hiruk pikuknya pasar maka perusahaan berupaya keras untuk membuat suatu cara penjualan yang unik sehingga dapat membedakan produknya dari para pesaingnya di benak konsumen. CSR dapat berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari etika perusahaan.
Di tengah hiruk pikuknya pasar maka perusahaan berupaya keras untuk membuat suatu cara penjualan yang unik sehingga dapat membedakan produknya dari para pesaingnya di benak konsumen. CSR dapat berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari etika perusahaan.
Ijin
usaha
Perusahaan selalu berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau peraturan. Dengan melakukan sesuatu kebenaran secara sukarela maka mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari intervensi. Perusahaan yang membuka usaha diluar negara asalnya dapat memastikan bahwa mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup, sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dipersoalkan.
Perusahaan selalu berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau peraturan. Dengan melakukan sesuatu kebenaran secara sukarela maka mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari intervensi. Perusahaan yang membuka usaha diluar negara asalnya dapat memastikan bahwa mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup, sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dipersoalkan.
Motif
perselisihan bisnis
Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya bisnis perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama perseroan.
Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya bisnis perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama perseroan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar