Peranan Komunikasi Informal
Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Dalam suatu organisasi baik yang
berorientasi komersial maupun sosial, tindak komunikasi dalam organisasi atau
lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu
sistem pemrosesan informasi (information-processing system). Maksudnya,
seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang
lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.
Informasi yang didapat memungkinkan setiap
anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti informasi
pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan
dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan
informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi
konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan)
membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan,
izin cuti dan sebagainya.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan
peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Pada semua
lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif
ini, yaitu:
1. Atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran
manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua
informasi yang disampaikan. Disamping itu mereka juga mempunyai
kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur
organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of
authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana
semestinya. Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah
banyak bergantung pada:
1.
keabsahan pimpinan
dalam penyampaikan perintah
2.
kekuatan pimpinan
dalam memberi sanksi
3.
kepercayaan bawahan
terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi
4.
tingkat kredibilitas
pesan yang diterima bawahan.
2.
Berkaitan dengan
pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada
kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang
pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan
dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang
diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka
untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan
yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang
lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan
kewenangannya.
4. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran
yang memungkinkan karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan
baik. Ada dua saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam
organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi;
juga saluran komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa
istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata.
Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang
lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.
Hambatan-Hambatan
Dalam Komunikasi
Suatu ketika keluarga kecil yang memiliki anak berumur lebih
kurang tiga tahun pulang kampung mengunjungi orang tuanya. Betapa senang hati
si nenek karena mendapat kunjungan dari anak dan cucunya. Mereka bermain dan
bercengkrama bersama hingga sore hari. Merekapun bermaksud untuk kembali pulang
kerumah. Karena si nenek masih rindu dan ingin bermain dengan cucunya, maka si
nenek meminta agar si cucu tinggal dan tidur bersamanya. Akhirnya karena si
nenek mendesak dan si cucupun mau, maka jadilah si cucu menginap di rumah
nenek dan kedua orang tuanya pun pulang.
Tengah malam, si cucu terbangun dari tidurnya ingin buang air
kecil. Lalu dia membangunkan neneknya. “Nek bangun nek, aku mau nyanyi”.
( rupanya si cucu sudah terbiasa dengan orang tuanya klo mau buang air bilang
mau nyanyi). Si nenekpun bangun dan berkata: “Cu, ini kan udah malam, besok aja
nyanyinya ya”. Lalu merekapun tidur lagi.
Tidak
berapa lama, si cucupun terbangun karena sudah gak tahan mau buang air kecil. “nek
bangun nek, aku mau nyanyi”, si cucu terus merengek kepada
neneknya. Karena gak tahan dengan rengekan cucunya maka si nenek berkata: “baiklah,
kamu nyanyinya di teliga nenek saja ya”. Kontan si cucupun
mengencingi telinga neneknya. Dan nenekpun terpaksa menahan marahnya. Rupanya
orang tua si cucu lupa memberitahukan kepada si nenek kalau si cucu mau buang
air dia akan bilang mau nyanyi.
Demikianlah sebuah anekdot yang berhubungan dengan hambatan
dalam beromunikasi. Banyak hal yang bisa menghambat untuk terjadinya komunikasi
yang efektif. Menurut Leonard R.S. dan George Strauss dalam Stoner james, A.F
dan Charles Wankel sebagaimana yang dikutip oleh Herujito (2001), ada beberapa
hambatan terhadap komunikasi yang efektif, yaitu :
a. Mendengar
Biasanya
kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak hal atau informasi yang ada
di sekeliling kita, namun tidak semua yang kita dengar dan tanggapi. Informasi
yang menarik bagi kita, itulah yang ingin kita dengar.
b. Mengabaikan
informasi yang bertentangan dengan apa yang kita ketahui.
c. Menilai sumber.
Kita
cenderung menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada anak kecil yang
memberikan informasi tentang suatu hal, kita cenderung mengabaikannya.
d. Persepsi yang berbeda.
Komunikasi
tidak akan berjalan efektif, jika persepsi si pengirim pesan tidak sama dengan
si penerima pesan. Perbedaan ini bahkan bisa menimbulkan pertengkaran, diantara
pengirim dan penerima pesan.
e. Kata yang berarti lain
bagi orang yang berbeda.
Kita
sering mendengar kata yang artinya tidak sesuai dengan pemahaman kita.
Seseorang menyebut akan datang sebentar lagi, mempunyai arti yang berbeda bagi
orang yang menanggapinya. Sebentar lagi bisa berarti satu menit, lima menit,
setengah jam atau satu jam kemudian.
f. Sinyal nonverbal yang
tidak konsisten.
Gerak-gerik
kita ketika berkomunikasi – tidak melihat kepada lawan bicara, tetap dengan
aktivitas kita pada saat ada yang berkomunikasi dengan kita-, mampengaruhi
porses komunikasi yang berlangsung.
g. Pengaruh emosi.
Pada
keadaan marah, seseorang akan kesulitan untuk menerima informasi. apapun berita
atau informasi yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya.
h. Gangguan.
Gangguan
ini bisa berupa suara yang bising pada saat kita berkomunikasi, jarak yang
jauh, dan lain sebagainya.
Itulah beberapa hal yang dapat menghambat terjadinya komunikasi
yang efektif. dari anekdot tadi dapat kita lihat bahwa kata “nyanyi” di artikan
berbeda antara si nenek dengan si cucu. Nenek mengartikan kata nyanyi
dengan arti sebenarnya, sedangkan si cucu, -karena telah biasa menggunakan kata
nyanyi untuk buang air kecil-, mengartikan “nyanyi” sebagai buang air kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar