Suku Jawa merupakan salah satu suku terbesar yang berdiam di
negara Indonesia. Sebagai buktinya, kemana pun Anda melangkah kan kaki ke
bagian pelosok penjuru negeri ini, Anda pasti akan menemukan suku-suku Jawa
yang mendiami kawasan tersebut meskipun terkadang jumlahnya minorotas,dengan
kata lain di mana ada kehidupan di
seluruh Indonesia Orang Jawa selalu ada.
Suku Jawa hidup dalam lingkungan adat istiadat yang sangat
kental. Adat istiadat Suku Jawa masih sering digunakan dalam berbagai kegiatan
masyarakat. Mulai masa-masa kehamilan hingga kematian. Di dalam hal ini di
manapun Suku Jawa berada akan selalu dilaksanakan dan di jadkan Ugeman atau Pathokan dalam kehidupannya.
Banyak yang bisa di gali dari literatur literatur yang sdh
ada bahwa suku jawa punya banyak keaneka ragaman ciri khas dan budaya beserta
tradisi tradisinya
Dan bila kita seumpama sebagai suku lain yang ada di Indonesia akan sangat dengan
mudahnya berinteraksi dengan suku jawa di karenakan suku ini mempunyai sifat
dan karakter yang sangat santun dalam bermasyarakat dengan di terimanya suku Jawa sebagai bagian dari anggota masyarakat
oleh suku lain di seluruh Indonesia.
Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak
di bagian tengah Pulau Jawa. Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat
di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah
timur, dan Laut Jawa di sebelah utara. Luas wilayah nya 32.548 km², atau
sekitar 25,04% dari luas pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau
Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta
Kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa.
Pengertian Jawa Tengah secara geografis dan budaya kadang
juga mencakup wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jawa Tengah dikenal sebagai
"jantung" budaya Jawa. Meskipun demikian di provinsi ini ada pula
suku bangsa lain yang memiliki budaya yang berbeda dengan suku Jawa seperti
suku Sunda di daerah perbatasan dengan Jawa Barat. Selain ada pula warga
Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia dan India-Indonesia yang tersebar di seluruh
provinsi ini. Berikut beberapa
kebudayaan pada suku Jawa
GAMELAN JAWA
Gamelan Jawa merupakan Budaya Hindu yang digubah oleh Sunan
Bonang, guna mendorong kecintaan pada kehidupan Transedental (Alam
Malakut)”Tombo Ati” adalah salah satu karya Sunan Bonang. Sampai saat ini
tembang tersebut masih dinyanyikan dengan nilai ajaran Islam, juga pada
pentas-pentas seperti: Pewayangan, hajat Pernikahan dan acara ritual budaya
Keraton.
WAYANG KULIT
Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum
kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa.
Pertunjukan Kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang
Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dynamisme. Menurut Kitab
Centini, tentang asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang,
mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang / Kediri.
KERIS JAWA
Keris dikalangan masyarakat di jawa dilambangkan sebagai
symbol “ Kejantanan “ dan terkadang apabila karena suatu sebab pengantin
prianya berhalangan hadir dalam upacara temu pengantin, maka ia diwakili
sebilah keris. Keris merupakan lambang pusaka.
UKIRAN ASLI JEPARA
Para pengukir jepara pandai menyesuaikan diri dengan gaya
ukiran baru. Mereka tidak hanya membuat gaya ukiran khas Jepara saja tapi
ukiran lainnya yang tak kalah menarik. Meskipun ukiran Jepara beragam,
sebaiknya kita tidak melupakan gaya ukiran khas Jepara. Biasanya disebut
ornamen Jepara. Meskipun tak ada sebutan khusus, tapi ia dapat dikenali dari
ciri khasnya. Ukiran Jepara mengambil bentuk dedaunan. Ada yang mengatakan itu
adalah daun tanaman wuni.
BOGANA ASLI TEGAL
Di Jawa, Nasi Bogana
biasanya disajikan pada saat acara-acara tertentu, seperti pesta perkawinan
atau peringatan-peringatan lainnya. Tapi, umumnya makanan ini sering juga
disajikan saat acara kumpul keluarga atau acara-acara arisan. Dalam acara pesta
perkawinan, Nasi Bogana disajikan secara terpisah.
BEDHAYA KETAWANG
Bedhaya Ketawang adalah tarian sakral yang rutin dibawakan
dalam istana sultan Jawa (Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo). Disebut juga
tarian langit, bedhaya ketawang merupakan suatu upacara yang berupa tarian
dengan tujuan pemujaan dan persembahan kepada Sang Pencipta. Pada awal mulanya di Keraton Surakarta
tarian ini hanya diperagakan oleh tujuh wanita saja. Namun karena tarian ini
dianggap tarian khusus yang amat sacral, jumlah penarik kemudian ditambah
menjadi sembilan orang. Sembilan penari terdiri dari delapan putra-putri yang
masih ada hubungan darah dan kekerabatan dari keraton serta seorang penari gaib
yag dipercaya sebagai sosok Nyai Roro Kidul. Tarian ini diciptakan oleh Raja
Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646) dengan latar belakang mitos percintaan
raja Mataram pertama (Panembahan Senopati) dengan Kanjeng Ratu Kidul (penguasa
laut selatan). Sebagai tarian sakral, terdapat beberapa aturan dan upacara
ritus yang harus dijalankan oleh keraton juga para penari.
TARIAN JAWA
Tarian merupakan
bagian yang menyertai perkembangan pusat baru ini. Ternyata pada masa kerajaan
dulu tari mencapai tingkat estetis yang tinggi. Jika dalam lingkungan rakyat
tarian bersifat spontan dan sederhana, maka dalam lingkungan istana tarian
mempunyai standar, rumit, halus, dan simbolis. Jika ditinjau dari aspek gerak,
maka pengaruh tari India yang terdapat pada tari-tarian istana Jawa terletak
pada posisi tangan, dan di Bali ditambah dengan gerak mata.
Tarian yang terkenal ciptaan para raja, khususnya di Jawa,
adalah bentuk teater tari seperti wayang wong dan bedhaya ketawang. Dua tarian
ini merupakan pusaka raja Jawa. Bedhaya Ketawang adalah tarian yang dicipta
oleh raja Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646) dengan berlatarbelakang
mitos percintaan antara raja Mataram pertama (Panembahan Senopati) dengan
Kangjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan/Samudra Indonesia) (Soedarsono,
1990). Tarian ini ditampilkan oleh sembilan penari wanita.
BATIK
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk
pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga kerajaan di masa lampau,
khususnya di Kerajaan Mataram kemudian Kerajaan Keraton Solo dan Yogyakarta. Awalnya batik dikerjaan terbatas dalam
keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja, keluarganya, serta para
pengikutnya. Oleh karena banyaknya pengikut raja yang tinggal di luar keraton,
maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton untuk dikerjakan di
tempat masing-masing. Seiring berjalannya waktu, kesenian batik ini ditiru oleh
rakyat setempat dan kemudian menjadi pekerjaan kaum wanita di dalam rumahnya
untuk mengisi waktu senggang. Selain itu, batik yang awalnya hanya untuk
keluarga keraton, akhirnya menjadi pakaian rakyat yang digemari pria dan
wanita.
Dahulu, bahan kain putih yang dipergunakan untuk membatik
adalah hasil tenunan sendiri. Sementara bahan pewarnanya diambil dari
tumbuh-tumbuhan asli Indonesia. Beberapa bahan pewarna tersebut antara lain
pohon mengkudu, soga, dan nila. Bahan sodanya dibuat dari soda abu dan garamnya
dari tanah lumpur. Sentra kerajinan batik tersebar di daerah Pekalongan, Kota
Surakarta, dan Kab. Sragen.